VIVA ā Kisah Nabi Adam dan para nabi yang lain tentu selalu menjadi contoh yang baik bagi kehidupan kita saat ini. Maka belajar memahami berbagai hikmah kehidupan mereka akan sangat bermanfaat bagi kita. Nabi Adam adalah manusia pertama yang diturunkan Allah SWT ke bumi, bersama dengan istrinya yang bernama Hawwa. Nabi Adam termasuk dalam 25 nabi yang disebutkan dalam Al riwayat yang berbeda oleh para Ulama Islam yang berbeda, Nabi Adam hidup selama sekitar 1000 tahun setelah penciptaan. Nabi Adam disebutkan dalam Al Quran dalam beberapa ayat, di antaranya ayat 30-38 Surat Al-Baqarah dan ayat 11-25 Surat Al Araaf. Anak-anak Adam dan Hawa terlahir kembar, yaitu setiap bayi laki-laki dilahirkan bersama dengan bayi perempuan. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kisah Nabi Adam, simak ulasan berikut yang disadur dari Southmetroic. Memberitahu para Malaikat tentang penciptaan Nabi Adam Ilustrasi Nabi Adam. Kisah Nabi Adam pertama adalah penciptaan-Nya. Allah SWT menceritakan kepada para malaikat tentang penciptaan Nabi Adam sebagai manusia dan akan menjadi khalifah Allah yang bertugas untuk memakmurkan bumi. Allah SWT telah menyebutkan hal ini dalam Al Quran.āIngatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"." QS. Al Baqarah 30Pernyataan yang diucapkan para malaikat itu bukanlah suatu bentuk perselisihan dengan keputusan Allah SWT, atau karena iri pada Nabi Adam atau sebagai pemikiran keliru. Allah SWT telah menggambarkan Malaikat sebagai makhluk yang tidak mendahului-Nya dalam berbicara, artinya mereka tidak meminta apapun kepada Allah SWT tanpa Allah SWT memberi tahu mereka bahwa Dia akan menciptakan makhluk di bumi dan mereka memiliki pengetahuan, satu-satunya kekhawatiran malaikat adalah bahwa makhluk ini manusia akan melakukan kerusakan di Nabi Adam Kisah Pernikahan Nabi Adam dan Hawa dengan Maskawin Membaca Sholawat Kisah Nabi Adam berikutnya adalah diciptakan langsung dari tangan Allah dari tanah dan ruhnya langsung ditiupkan oleh Yang Maha Kuasa sendiri. Selain itu, Nabi Adam AS juga dibekali dengan akal yang membuatnya mampu mempelajari, mengamati, dan memahami sesuatu. Hal yang sama terlihat dari ayat-ayat Al Quran berikut iniāDan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama benda semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, āSebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu yang benar!ā QS. Al Baqarah 31āMereka menjawab, āMahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.ā QS. Al Baqarah 32Dia Allah berfirman, āWahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!ā Setelah dia Adam menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, āBukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?ā QS. Al Baqarah 33Allah menyatakan keutamaan Nabi Adam AS di atas para malaikat, karena Dia mengajarkan kepada Adam, daripada mereka, nama-nama/ilmu segala sesuatu, yaitu nama-nama yang digunakan manusia, seperti binatang, langit, bumi, darat, laut, termasuk nama-nama spesies terjadi setelah malaikat bersujud kepada Nabi Adam. Diskusi ini berlanjut untuk menunjukkan pentingnya posisi Nabi Adam, dan tidak ada pengetahuan malaikat tentang penciptaan Khalifah ketika mereka bertanya tentang hal itu. Ini menunjukkan keunggulan Nabi Adam atas Malaikat dalam malaikat di hadapan Nabi Adam Kisah Pernikahan Nabi Adam dan Hawa dengan Maskawin Membaca Sholawat Allah menerima doa mereka dan memberikan pengampunan-Nya kepada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran yang artinya, āKemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.ā QS. Al Baqarah 37Ibn Asakar melaporkan bahwa kisah Nabi Adam menangis selama 60 tahun karena kehilangan surga dan 70 tahun karena kesalahannya. Allah menerima taubat mereka karena ikhlas tetapi juga menjauhkan mereka dari berkah surga. Baik Nabi Adam dan Hawa meninggalkan surga dan turun ke mengatakan kepada mereka bahwa bumi akan menjadi wilayah dan asal mereka di mana mereka akan hidup dan mati. Sebagaimana disebutkan dalam Al QuranAllah berfirman, "Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan tempat mencari kehidupan di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan." Allah berfirman, "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu pula kamu akan dibangkitkan.ā QS. Al Arraf 724-25Kehidupan Adam di Bumi Kisah Pernikahan Nabi Adam dan Hawa dengan Maskawin Membaca Sholawat Ada berbagai riwayat dalam sumber-sumber Islam tentang di mana kuburan Nabi Adam dan Hawa berada. Menurut riwayat ini, kuburan Nabi Adam berada di gua Abu Qubays di Mekah, yang merupakan gunung pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Menurut riwayat lain, Nuh meletakkan peti mati Nabi Adam di Bahtera dan menguburnya di Baitul-Maqdis Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, setelah banjir. Menarik! Ini 4 Film Bollywood yang Berkisah Tentang Kehidupan Wanita Pekerja Seks Sederet film Bollywood memang selalu menyita perhatian. Seperti halnya film Bollywood yang menceritakan kehidupan para wanita pekerja seks komersial atau PSK. 14 Juni 2023
MUSLIMIDIACOM - Kisah Cerita Nabi Idris Lengkap. Nabi Idris adalah keturunan keenam dari Nabi Adam, putra dari Yarid bin Mihla'iel (Mahlail) bin Qinan (Qainan) bin Anusy bin Shiyth (Syits) bin Adam A.S. Nabi Idris as menjadi keturunan pertama yang diutus menjadi nabi setelah Adam. Dalam agama Yahudi dan Nasrani, Idris dikenal dengan nama Henokh.
ArticlePDF Available AbstractThis article ecxplores about isrĆ¢iliyyĆ¢t in TafsĆ®r al-Qur'Ć¢n al-Adzim Ibn Kathir. According to the assessment of the scholarsnarrations contained in this book belong to the most it still raises a dilemma in this book, when the discoveryof some the history that is included in isrĆ¢iliyyĆ¢t. IsrĆ¢iliyyĆ¢t story isentered in round without any selection into a book of commentary,will be able to damage the face and purity of the interpretation of thetafsir Koran. This is, because the stories contain superstition andfalsehood that develops in the middle of the Jews and Christians, thenthey develop and distribute to the Muslims. In this book, there are atleast three categories isrĆ¢iliyyĆ¢t, namely first, history isrĆ¢iliyyĆ¢t whichhe put but also criticized and commented upon truth, second, storyisrĆ¢iliyyĆ¢t he put but without justified and also blamed, and the third,the story isrĆ¢iliyyĆ¢t the inclusion in round without comment fromhim. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. XII, No. 2, Juli ā Desember 2015 ISSN 1693-9867 Al-Aāraf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta Penanggung Jawab Abdul Matin Bin Salman Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Pemimpin Redaksi Nurisman Sekretaris Redaksi Tsalis Muttaqin Dewan Redaksi Islah Gusmian Ari Hikmawati Tsalis Muttaqin Waryunah Irmawati Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih Kasmuri Syamsul Bakri Redaktur Ahli Mark Woodward Arizona State University, Tempe, USA Mahmoud Ayoub Hatford Theological Seminary, Connecticut, USA Florian Pohl Emory University, Georgia, USA Nashruddin Baidan STAIN Surakarta Damarjati Supadjar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tata Usaha Heny Sayekti Puji Lestari Gunawan Bagdiono Alamat Redaksi Sekretariat Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo 0271 781516 Email Redaksi menerima tulisan ilmiah dari kalangan manapun tanpa mesti sejalan dengan pandangan redaksi. Redaksi berhak menyunting, dan menyempurna-kan naskah tulisan yang diterima tanpa mengubah substansinya. Adapun isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Naskah tulisan berkisar sekitar 15-20 halaman kwarto dengan spasi ganda dalam bentuk disket dan print out-nya. Naskah disertai abstrak dalam bahasa asing Arab atau Inggris. ISRĆILIYYĆT DALAM TAFSIR AL-QURāĆN AL-AZHĆM KARYA IBNU KATSIR Supriyanto Dosen Ulumul Qurāan FEBI IAIN Surakarta Abstract This article ecxplores about isrĆ¢iliyyĆ¢t in TafsĆ®r al-Qur'Ć¢n al-Adzim Ibn Kathir. According to the assessment of the scholars narrations contained in this book belong to the most valid. Nevertheless, it still raises a dilemma in this book, when the discovery of some the history that is included in isrĆ¢iliyyĆ¢t. IsrĆ¢iliyyĆ¢t story is entered in round without any selection into a book of commentary, will be able to damage the face and purity of the interpretation of the tafsir Koran. This is, because the stories contain superstition and falsehood that develops in the middle of the Jews and Christians, then they develop and distribute to the Muslims. In this book, there are at least three categories isrĆ¢iliyyĆ¢t, namely first, history isrĆ¢iliyyĆ¢t which he put but also criticized and commented upon truth, second, story isrĆ¢iliyyĆ¢t he put but without justified and also blamed, and the third, the story isrĆ¢iliyyĆ¢t the inclusion in round without comment from him. Key words Tafsir, Riwayat, and IsrĆ¢iliyyĆ¢t. A. Pendahuluan Tafsir al-QurāĆ¢n al-AdzĆ®m atau lebih dikenal dengan tafsir Ibnu Katsir, merupakan salah satu kitab tafsir yang menggunakan metode periwayatan tafsĆ®r bi al-maktsĆ»r dalam menafsirkan al-Qurāan. Menurut penilaian para ulama riwayat-riwayat yang Tafsir bi al-maktsĆ»r adalah penafsiran ayat al-Qurāan dengan ayat, ayat dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian ayat yang sulit dipahami oleh para sahabat, atau penafsiran ayat al-Qurāan dengan ijtihad para sahabat dan tabiāin. Muhammad Husein al-Dzahabi, al-TafsĆ®r wa al-MufasirĆ»n, juz. I, Mesir Dar Kutub al-Haditsah, 1972, h. 152. ; Bandingkan dengan Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005, h. 375. Dalam hal ini, Ibnu Katsir menerapkan metode ini dengan menafsirkan ayat al-Qurāan dengan al-Qurāan, al-Qurāan dengan sunnah, kemudian dengan pendapat para sahabat dan juga merujuk pada pendapat para tabiāin serta ulama salaf yang sahih. Selengkapnya lihat; Al-Imam Abu al-Fidaā al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, TafsĆ®r al-QurĆ¢n al-AzhĆ®m, jilid. I Beirut Dar al-Fikr, 1992, h. 8-10. 2 Vol. XII, No. 2, Juli ā Desember 2015 terdapat dalam kitab ini tergolong paling pada itu, al-Dzahabi juga memandang bahwa kitab ini sebagai tafsir bi-al-maktsĆ»r yang paling baik. Namun demikian, masih memunculkan dilema tersendiri dalam kitab ini, ketika ditemukannya beberapa riwayat yang termasuk dalam isrĆ¢iliyyĆ¢t,di mana riwayat ini menimbulkan citra yang negatif terhadap tafsir ini dikalangan ulama tafsir. Oleh karena itu, tulisan ini akan menampilkan beberapa kisah isrĆ¢iliyyĆ¢t yang terdapat dalam kitab ini, serta menunjukan bagaimana komentar Ibnu Katsir terhadap kisah-kisah tersebut. Agar pembahasan dalam tulisan ini tidak terlalu luas maka penulis tidak akan menampilkan seluruh kisah isrĆ¢iliyyĆ¢t yang terdapat dalam kitab tersebut. Dalam hal ini akan ditampilkan beberapa kisah saja guna menunjukan adanya riwayat isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam tafsir ini. B. IsrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Tafsir Ibnu Katsir Ibnu Katsir merupakan salah seorang ulama yang tidak diragukan lagi kelihaiannya dalam bidang hadis. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika ia sangat selektif dalam memasukan riwayat dalam tafsirnya. Adapun mengenai riwayat isrĆ¢iliyyĆ¢t yang terdapat dalam tafsirnya tersebut sebagaima disebutkan dalam muqadimah tafsirnya dimaksudkan sebagai pengetahuan dan tidak membawa manfaat bagi agama Islam. Dalam hal ini, ia menyandarkan Lihat misalnya, Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulum al-Qurāan Jakarta Rineka Cipta, 1992, h. 173, Muhammad Husien al-Dzahabi, Al-IsrĆ¢iliyyĆ¢t fĆ® al-TafsĆ®r wa al-HadĆ®ts, Kairo Dar al-Hadis, h. 133. Ditinjau dari segi bahasa kata israiliyyat adalah bentuk jamak dan kata israiliyah, yakni bentuk kata yang dinisbahkan pada bani Israil, sedangkan Israil sendiri berasal dari bahasa Ibrani, Isra bararti hamba dan il berarti Tuhan, jadi Israil adalah hamba Tuhan, Lihat Farihanti Mulyani, Masuknya isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Penafsiran al-Qurāan. Sedangkan secara istilah adalah kisah dan dongeng yang disusupkan dalam, tafsir dan hadits yang asal periwayatannya kembali kepada sumbernya yaitu Yahudi dan Nashrani. Farihanti Mulyani, Masuknya isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Penafsiran al-Qurāan, Jurnal al-Banjari, Volume 5, No. 9, 2007, h. 2. Juga lihat; Muhammad bin Muhammad abu Syahibah, Al-IsrĆ¢iliyyĆ¢t wa al-MaudhĆ»`Ć¢t fĆ® Kutub al-TafsĆ®r, Kairo Maktabah al-Sunnah, 1408 H., Muhammad bin Muhammad abu Syahibah, h. 129 Yusuf al-Qardhawi, Berinteraksi Dengan al-Qurāan, ter. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta Gema Insani Press, 1999, h. 497. Supriyanto, IsrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Tafsir ⦠3 pendapatnya dalam penggunaan riwayat isrĆ¢iliyyĆ¢t pada hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Abdullah bin Amru, berikut ini āSampaikanlah dariku walau hanya satu ayat dan bicaralah apa saja tentang bani Israil tanpa ada larangan, dan siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka baginya tempat dinerakaāNamapaknya atas dasar hadis inilah Ibnu Katsir memasukan riwayat isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam kitab tafsirnya. Walaupun demikian, ia tidak memasukan riwayat tersebut mentah-mentah tanpa ada seleksi terlebih dahulu. Hal ini dapat dilihat pada sebagain besar riwayat isrĆ¢iliyyat yang terdapat dalam tafsirnya tidak luput dari komentar dan kritikannya. Selain itu, dalam tafsirnya juga terdapat beberapa riwayat isrĆ¢iliyyat yang tidak ia benarkan atau dustakan, dalam hal ini ia bersikap ini pun nampaknya ia sandarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al- Bukhari, berikut ini āAhli kitab membaca kitab Taurat dengan mempergunakan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab untuk dikonsumsi umat Islam. Mendengar hal itu, Nabi bersabda ājanganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang telah diturunkan kepada kedua hal tersebut di atas, ternyata dalam tafsir ini terdapat pula beberapa riwayat isrĆ¢iliyyat yang luput dari komentar dan kritikannya. Hal ini sangat lah mungkin terjadi, Muhammad ibnu Ismaāil al-Bukhari, ShahĆ®h BukhĆ¢rĆ®, Jilid IV, Beirut Dar al-Fikr, t. th, h. 320 Penafsiran ini dapat dilihat dalam misalanya ketika menafsirkan ayat ke 60 dari surah al-Baqarah, tentang kisah Nabi Musa dengan Bani Israil. Muhammad ibnu Ismaāil al-Bukhari, Jilid IV, h. 270. Hal ini dapat dilihat, misalnya dalam menafsirkan surah al-Baqarah 258; Thahaa 20; al-Nisa 1. 4 Vol. XII, No. 2, Juli ā Desember 2015 karena seorang tidak akan pernah terhindar dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, menurut penulis, dalam tafsir ini terdapat tiga kategori isrĆ¢iliyyĆ¢t, yaitu pertama, riwayat IsrĆ¢iliyyĆ¢t yang ia cantumkan tapi juga dikritik dan dikomentarinya, kedua, kisah isrĆ¢iliyyĆ¢t yang dicantumkannya tapi tidak dibenarkan dan juga disalahkannya dan yang ketiga, kisah isrĆ¢iliyyĆ¢t yang luput dari penilaiannya, yaitu kisah tersebut termasuk dalam israiliyyĆ¢t, namun ia tidak memberikan penjelasan bahwa itu adalah israiliyyĆ¢t. C. Beberapa Kisah IsrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Tafsir Ibnu Katsir Di sini penulis akan menampilkan beberapa contoh riwayat isrĆ¢iliyyĆ¢t yang terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir ini. Sebagaimana penjelasan di atas, terdapat tiga kategori dalam tafsir ini, berikut contoh dari kisah-kisah tersebut 1. Kisah IsrĆ¢iliyyĆ¢t yang Dikritik dan Dikomentarinya Ibnu Katsir mencantumkan kisah ini ketika menafsirkan ayat 34 dari surah Shad, berikut ini āDan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan dia tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh yang lemah karena sakit, kemudian ia bertaubatā. Yang dimakasud jasad pada ayat ini adalah setan, sebagai mana diriwayatkan Ibnu Abas yang berkata diceritakan ada seorang yang berkata pada Nabi Sulaiman bahwa di dasar laut terdapat setan yang bernama Syahr al-Maridhah. Nabi Sulaiman lalu mencarinya ke dasar laut dan di sisi laut tersebut ternyata ia menemukan sebuah sumber mata air yang memancar sekali dalam seminggu. Pancarannya sangat jauh dan sebagian berubah menjadi arak. Ia berkata ā sesungguhnya engkau arak adalah minuman yang sangat nikmat, hanya saja menyebabkan orang yang sabar menjadi musibah dan orang bodoh bertambah kebodohannyaā. Nabi Sulaiman kemudian pergi, akan tetapi di tengah-tengah perjalanannya ia merasakan dahaga yang sangat dalam lalu ia kembali ke sumber mata air tersebut dan memiminumnya sehingga hilanglah kesadarannya. Lalu Supriyanto, IsrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Tafsir ⦠5 datanglah setan menyerupai dirinya dan duduk di atas singgasana kerajannya. Di sini Ibnu Katsir berkomentar terhadap riwayat tersebut dan menyatakan riwayat ini palsu dan di buat-buat. Karena tidak mungkin seorang Nabi minum arak sehingga mabuk dan juga setan dapat menyerupai wajahnya dan duduk di singgasana kerajaannya. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa pada dasarnya isrĆ¢iliyyĆ¢t ini berasal dari Ibnu Abas ā jika itu benar-benar darinya - yang diperolehnya dari Ahlul Kitab, di mana sebagian dari mereka ada yang tidak mempercayai kenabian dari Nabi Sulaiman dan juga mendustakannya. Kisah ini jelas mungkar karena terdapat riwayat yang ganjil. Komentar semacam ini lah yang banyak ia lakukan pada kisah isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam kitab tafsirnya. Dapat juga dilihat contoh lainya, misalnya ketika menafsirkan surah al-Naml ayat 41-43, tentang kisah Ratu Saba, dan juga tentang Iblis pada ayat ke 50 dari surah Kisah IsrĆ¢iliyyĆ¢t yang Tidak Dibenarkan dan juga Disalahkannya Kisah ini terdapat pada penafsiran surah al-Baqarah ayat 67, tentang Nabi Musa dan bani Israil, berikut ini penafsirannya āDan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahilā. Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir mencantumkan riwayat dari Ibnu Abi Hatim yang berkata; bahwa ada seorang laki-laki bani Israil yang mandul, sedangkan ia mempunyai harta yang banyak sehingga anak saudaranya lah yang akan mewarisinya. Kemudian orang tersebut membunuh Al-Imam Abu al-Fidaā al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, h. 1606. Ibid., h. 1608. Ibid., h. 1397-1398. Ibid., h. 1158. 6 Vol. XII, No. 2, Juli ā Desember 2015 anak ini pada malam hari dan meletakan mayatnya di depan pintu rumah salah seorang bani Israil. Ketika pagi hari tiba, maka pihak korban menuduh si pemilik rumah dan keluarganya lah yang melakukan pembunuhan tersebut sehingga merekapun mengangkat senjata dan saling menyerang. Ada salah seorang yang berfikiran bijak berkata; āMengapa kalian saling membunuh padahal kalian mempunyai Rasulā. Maka mereka pun menemui Nabi Musa dan menceritakan kejadian tersebut. Lalu Musa berkata; āSesungguhnya Allah menyerumu untuk menyembelih se ekor sapi betina. Mereka berkata; āApakah engkau akan menjadikan kami bahan ejekanā. Musa menjawab; āAku berlindung kepada Allah sekiranya aku termasuk orang yang bodohā. Mengenai riwayat ini Ibnu Katsir bersikap tawaquf, ia menyatakan kisah ini dikutip dari buku-buku bani Israil. Kisah ini termasuk kisah yang boleh dikutip, namun tidak boleh dibenarkan atau didustakan. Oleh karena itu, kisah-kisah IsrĆ¢iliyyĆ¢t tidak boleh dijadikan pegangan kecuali dalam hal-hal yang sejalan dengan kebenaran Kisah IsrĆ¢iliyyĆ¢t yang Luput dari Penilaiannya Adapun kisah ini dapat dilihat ketika menafsirkan surah al- Nisaā ayat 1, sebagai berikut āHai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamuā. Ibnu Katsir memaknai kata nafs wahidah pada ayat di atas dengan ātulang rusuk Adam bagian kiriā. Ibid., h. 137. Ibid., h. 138 Supriyanto, IsrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Tafsir ⦠7 Lebih lanjut, ia menjelaskan ketika Adam sedang tidur, diambilah tulang rusuk sebelah kirinya, kemudian waktu Adam bangun ia terkejut karena ada Hawa di sampinganya. Kisah ini nampaknya diperoleh Ibnu katsir dari cerita bani israil, karena tidak ada riwayat yang mendukung pernyataannya tersebut. Walaupun, dalam hal ini ia sandarkan pendapatnya ini pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, berikut ini āSesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Rusuk yang paling bengkok adalah rusuk yang paling atas. Jika kamu hendak meluruskannya, niscaya ia akan patah. Jika kamu kamu ingin berbahagia dengannya berbahagialah, walaupun ia tetap bengkokā. Dalam hal ini, nampaknya Ibnu Katsir kurang cermat dalam mengabil riwayat sebagai dalil untuk memperkuat argumennya. Bila kita lihat teks hadis di atas, tidak ada kata yang menunjukan penciptaan Hawa dari ātulang rusuk Adam sebelah kiri yang diambil ketika ia tidurā, melainkan hanya dari tulang rusuk , dan disana juga tidak ada penyebutan secara ekspilit tentang Hawa ataupun Adam. Sementara itu, Bukhari sendiri tidak meletakan hadis ini pada bab penciptaan Adam dan keturunannya, tetapi ia cantumkannya pada bab nikah. Dari sini, dapat diperoleh pemahaman bahwa hadis tersebut nampaknya adalah sebuah pesan kepada seorang laki-laki yang hedak menikahi perempuan, janganlah berbuat kasar ataupun terlalu lembut kepada calon isterinya. Karena sifat perempuan itu bagaikan tulang rusuk, apabila dikerasi akan patah dan apabila didiamkan akan tetap bengkok. Jadi, kata pada hadis di atas bisa juga diartikan sebagai makna majasi bukan makna hakiki. Oleh karena itu, penafsiran Ibnu Katsir tersebut diduga kuat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran isrĆ¢iliyĆ¢t. Pada kisah penciptaan Hawa di atas, tidak ada rujukannya yang jelas dalam Hadis atau pun al-Qurāan. Dalam hal ini, Rasyhid Ridha menjelaskan bahwa kisah tersebut terdapat dalam Ibid., h. 553. Ibid., h. 424. Wensink, al-Mu`jam al-Mufahras li Alf dz al-HadĆ®s al-Nabawi, London Maktabah Baril, 1936, hlm. 408 8 Vol. XII, No. 2, Juli ā Desember 2015 perjanjian baru. Lebih lanjut ia menuturkan, seandainya tidak tercantum kisah ini dalam perjanjian baru niscaya pendapat ini tidak akan pernah ada. Senada dengan hal tersebut, Thabathaba`i dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat di atas menunjukan bahwa perempuan diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam, dan ayat tersebut tidak mendukung sedikit pun penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Dari sini dapat kita lihat adanya riwayat isrĆ¢iliyat yang luput dari pengetahuan beliau, walaupun beliau adalah seorang ahli hadis. Hal ini sangat lah mungkin terjadi, karena seorang tidak akan pernah terhindar dari kekurangan dan kesalahan. Selain kisah tersebut terdapat pula beberapa kisah yang luput dari penilainnya, diantaranya pada penafsiran tentang kisah Raja Babil dan Nabi Ibrahim pada surah al-Baqarah ayat 258, dan juga kisah tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular pada surah Thaha ayat Penutup Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kisah isrĆ¢iliyyĆ¢t yang dimasukan secara bulat-bulat tanpa ada seleksi ke dalam kitab tafsir, akan dapat merusak wajah dan kemurnian tafsir al-Qurāan. Hal ini dikarenakan kisah-kisah tersebut mengandung khurafat dan kebatilan yang berkembang di tengah-tengah bangsa Yahudi dan Nashrani, yang kemudian mereka kembangkan dan sebarkan kepada umat Islam. Tafsir al-QurāĆ¢n al-AzhiĆ®m karya Ibnu Kastir ini merupakan salah satu kitab tafsir bi al-maktsĆ»r yang terbaik, termasuk dalam pengunaan riwayat isrĆ¢iliyyĆ¢t. Dalam hal ini, Ibnu katsir tidak memasukan riwayat tersebut mentah-mentah, tapi melalui seleksi yang ketat terlebih dahulu. Beliau mencantumkan beberapa riwayat isrĆ¢iliyyĆ¢t tetapi juga menunjukan kejanggalan kisah tersebut. Adapaun riwayat tersebut dicantumkan tidak lain hanya sebagai pengetahuan bukan sebagai dalil. Namun demikian, perlu diketahui juga dalam tafsir ini juga masih terdapat bebrapa Muhammad Rasyid Ridha, TafsĆ®r al-MannĆ¢r, Beirut DĆ¢r al-Fikr, jilid IV, h. 324-326. Thabathaba`i, Al-MĆ®zĆ¢n fĆ® TafsĆ®r alQurāan, Beirut al-āA`lami li al-MatbuĆ¢t, 1983, Jilid IV, h. 136. Al-Imam Abu al-Fidaā al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, h. 386-387. Ibid., h. 1220. Supriyanto, IsrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Tafsir ⦠9 kisah isrĆ¢iliyyĆ¢t yang luput dari penilaianya, sehingga diperlukan ketelitian dan kejelian ketika merujuk riwayat dalam kitab ini sebagai landasan dalam menafsirkan al-Qurāan. BIBLIOGRAFI Agama Ri, Departemen. Al-Qurāan Dan Terjemahannya. Semarang Toha Putra, 1996 . Abu Syahibah, Muhammad bin Muhammad. Al-IsrĆ¢iliyyĆ¢t wa al-MaudhĆ»`Ć¢t fĆ® Kutub al-TafsĆ®r. Kairo Maktabah al-Sunnah. 1988. Wensink. al-Mu`jam al-Mufahras li Alf dz al-HadĆ®s al-Nabawi. London Maktabah Baril. 1936. Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu TafsĆ®r . Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005. -. Tafsir Maudhu`i. Yogyakarta Pustaka Pelajar. 2001. Al-Bukhari, Muhammad ibnu Ismaāil. ShahĆ®h BukhĆ¢rĆ®. Beirut Dar al-Fikr. t. th. Al-Dimasyqi, al-Imam Abu al-Fidaā al-Hafidz Ibnu Katsir. TafsĆ®r al-QurĆ¢n al-AzhĆ®m. Beirut Dar al-Fikr, 1992. Al-Dzahabi, Muhammad Husein. al-TafsĆ®r Wa al-MufasirĆ»n. Mesir Dar al-Kutub Haditsah. 1976. -, Muhammad Husien. Al-IsrĆ¢iliyyĆ¢t fĆ® al-TafsĆ®r wa al-HadĆ®ts. Kairo Dar al-Hadis, Al-Farmawi, Abu al-Hayy. al-Bidayah FĆ® al-TafsĆ®r al-MaudhĆ»`i. Kairo DĆ¢r Kutub al-Arabiyah. 1976. Hadna, Ahmad Musthofa. Problematika Menafsirkan Al-Qurāan. Semarang Toha Putra Group. 1993. Masyhur, Kahar. Pokok-pokok Ulum al-Qurāan. Jakarta Rineka Cipta. 1992. Mulyani, Farihanti. Masuknya isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Penafsiran al-Qurāan, Jurnal al-Banjari. Volume 5. No. 9. 2007. Al-Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi Dengan al-Qurāan, ter. Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta Gema Insani Press. 1999. Ridha, Muhammad Rasyid. TafsĆ®r al-MannĆ¢r. Beirut DĆ¢r al-Fikr. Al-Suyuti. Al-Itqan Fi Ulum Al-Qurāan. Beirut Dar al-Fikr. 1991. Thabathaba`i. Al-MĆ®zĆ¢n fĆ® TafsĆ®r alQurāan. Beirut al-āA`lami li al-Matbuat. 1983. DĆ¢r al-Fikr, jilid IV, hRidha Muhammad RasyidMuhammad Rasyid Ridha, TafsĆ®r al-MannĆ¢r, Beirut DĆ¢r al-Fikr, jilid IV, h. Pustaka PelajarNashruddin BaidanWawasan Baru Ilmu TafsĆ®rBaidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu TafsĆ®r. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005. -. Tafsir Maudhu`i. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Menafsirkan Al-Qur"an. Semarang Toha Putra GroupAhmad HadnaMusthofaHadna, Ahmad Musthofa. Problematika Menafsirkan Al-Qur"an. Semarang Toha Putra Group. Ulum al-Qur"an. Jakarta Rineka CiptaKahar MasyhurMasyhur, Kahar. Pokok-pokok Ulum al-Qur"an. Jakarta Rineka Cipta. isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Penafsiran al-Qur"an, Jurnal al-BanjariFarihanti MulyaniMulyani, Farihanti. Masuknya isrĆ¢iliyyĆ¢t dalam Penafsiran al-Qur"an, Jurnal al-Banjari. Volume 5. No. 9. RiDepartemenAl-QurAgama Ri, Departemen. Al-Qur"an Dan Terjemahannya. Semarang Toha Putra, 1996. Abu Syahibah, Muhammad bin Muhammad. Al-IsrĆ¢iliyyĆ¢t wa al-MaudhĆ»`Ć¢t fĆ® Kutub al-TafsĆ®r. Kairo Maktabah al-Sunnah.Bagiandari rangkaian hadist ini dikuatkan oleh beberapa hadist, meski sebagian besar dari kisah ini bersumber dari kisas-kisah Israiliyat. Imam Ahmad mengatakan, "Abdush Shamad bercerita kepada kami, Hammad bercerita kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, Nabi SAW bersabda, 'Saat Allah menciptakan Adam, Allah membiarkannya selama yang ia Sana`a ANTARA News - Pengetahuan sejak turun temurun bagi sebagian besar orang, terutama kaum Muslimin, adalah Siti Hawa sebagai ibu dari sekalian umat manusia diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam. Sebagian besar ulama pun sering menyampaikannya di acara-acara ceramah bahwa memang Siti Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, yang dari keduanya umat manusia berkembang sampai hari kiamat kelak. Beberapa dai yang muncul di layar-layar kaca tidak sekalipun menyebutkan adanya perbedaan atau polemik ulama dan fuqaha ahli fiqh tentang asal penciptaan Siti Hawa, sehingga pendapat tersebut layaknya telah baku. Tapi, beberapa ulama kontemporer tidak sependapat dengan keyakinan umum itu. Masalah penciptaan ummul bashar ibu umat manusia tersebut kembali diangkat oleh sejumlah ulama belum lama ini. "Ibunda Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam adalah keyakinan yang keliru," kata DR Abdul Ghani Shama, seperti dikutip harian Al-Bayan, Jumat 20/4. Menurut Penasihat Menteri Wakaf Mesir itu, keduanya diciptakan dari materi yang sama, sedangkan keyakinan yang berkembang selama ini adalah berasal dari "israiliyat" kisah-kisah yang tidak jelas asalnya. "Banyak kisah tentang penciptaan Hawa, sebagian menyebutkan dari tulang rusuk bengkok Nabi Adam, sebagian kisah menyebutkan dari tulang rusuk lurus. Ada juga yang menyebutkan bahwa saat Nabi Adam terbangun tiba-tiba di sampingnya telah ada Siti Hawa," kata DR Aminah Nuseir. Guru besar Aqidah dan Filsafat di Universitas Al-Azhar, Kairo, itu mengingatkan bahwa kisah-kisah tersebut tidak ada dasarnya semuanya adalah "israiliyat" yang tidak bisa dijadikan dasar. "Akidah Muslim yang benar adalah baik Adam maupun Hawa berasal dari 'nafsun wahidah' yang satu yang sangat jelas dipaparkan oleh Al-Qur`an. Jadi, tidak perlu ditafsirkan dengan kisah-kisah yang tidak jelas," katanya. Hal senada juga ditandaskan oleh pakar Muslim, Abdul Fatah Asakir. "Pendapat sebagian ulama yang menyebutkan Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam, tidak tepat, karena ia diciptakan dari jenis yang sama," ujarnya. Menurut dia, sejumlah hadis yang menjadi sandaran sebahagian ulama tentang Siti Hawa sanadnya penukil hadis lemah. Ia menyebutkan, sejumlah hadis tersebut yang ia ragukan keabsahannya. Tetapi, ulama lain mengingatkan bahwa mereka yang tidak mengakui Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, tidak mengerti Islam, sebab ayat dalam Al-Qur`an jelas bahwa yang dimaksud dengan "nafsun wahidah" adalah Nabi Adam. "Dengan demikian Hawa dijadikan dari nafsun wahidah artinya diciptakan dari Nabi Adam lalu umat manusia berkembang dari keduanya," kata DR Musthafa Al-Shuk`ah, anggota Lembaga Riset Islam Mesir. Ia menolak pendapat yang menyebutkan bahwa penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam adalah didasarkan pada "israiliyat". "Mereka yang mengatakan `israiliyat` harus takut kepada Allah," ujarnya. Penegasan yang sama juga dikemukakan oleh DR Ahmed Taha, guru besar fiqh lintas mazhab. "Setiap orang yang berkeyakinan bahwa Hawa tidak diciptakan dari tulang rusuk Adam adalah keyakinan yang tidak benar," katanya. Ia juga menyebutkan, dalil dari ayat Al-Qur`an yang sama dari dalil ulama yang mengingkari Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam. "Hadist lebih menjelaskan lagi bahwa ibunda Hawa memang berasal dari tulang rusuk Nabi Adam," ujarnya menambahkan. *Editor Priyambodo RH COPYRIGHT Ā© ANTARA 2007